Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

#Konsultasi Syariat. Tradisi Melayat Ala Nusantara

Tradisi salaf yang paling banyak di lakukan yaitu di indonesia, baik tradisi itu bertentangan dengan syariat islam atau tidak, baik tradisi itu wajar menurut akal atau tidak, ini sesuai dengan keyakinan masing-masing. 

Dalam kasus ini ada tiga tradisi berta’ziyah yang di komentari oleh banyak-banyak ulama salaf di antaranya:

Waktu Berta’ziyah


Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu berta’ziyah yang sunnah yakni ketika datangnya musibah kematian, untuk batas berahirnya berta’ziyah ulama tidak memberi batasan tertantu.

Namun, ada sebagian ulama yang menerangkan waktu berahirnya berta’ziyah itu hanya 3 hari, sebab, 3 hari ini kesedihan yang di alami oleh sohibul musibah telah hilang, sedangkan kalau sampai melewati 3 hari di mungkinkan sohibul hal akan bersedih kembali.

Menurut Imam Haramain dan Imam Ar-Rafi’i berkhirnya waktu berta’ziyah itu tidak ada batasan, walaupun waktu berta’ziyah itu lama dari waktu kematian, maka tetap mendapatkan kesunnahan.

Tujuan Berta’ziyah 

Tujuan berta’ziyah itu adalah mendoakan mayit dan juga menghibur hatinya sohibul musibah agar tetap tabah sabar untuk menjalani kehidupan serta memberi motifasi yang bentuknya membangun agar sohibul musibah tidak putus asa, semua itu terwujud walaupun sudah terlewat dalam waktu yang lama.


Pakaian Untuk Berkabung

Prespektif  Ulama Salaf  Tentang  Tradisi Melayat


Di sebagian  perkotaaan ada satu macam tradisi yang sangat berlaku ketika berta’ziyah, tujuannya untuk belasungkawa atas meninggalkan kerabat atau keluarga dengan memakai pakaian serba hitam, mulai baju, celana, krudung dan kaca mata.

Lalu bagaimana ulama salaf menghukumi berkabung memakai warna hitam, para ulama’ menjelaskan bahwa hukum memakai warna hitam ketika melayat adalah makruh bagi kaum laki-laki dan tidak berlaku bagi perempuan, tapi, dengan syarat pakaian warna hitam itu bukan adat yang biasa di pakai untuk berhias.

Dan syarat yang berikutnya pakaian warna hitam itu tidak bertujuan untuk menambah kesedihan terhadap sohibul musibah, kalau itu terjadi, maka haram hukumnya, sebab bertolak belakang dengan tujuan berta’ziyah.

Bagi perempuan berbela sungkawa dengan memakai pakaian warna hitam atas meninggalnya suami atau keluarga di perbolehkan, kalau selain suami atau keluarganya maka haram.
Membawa beras


Membawa Beras


Prespektif  Ulama Salaf  Tentang  Tradisi Melayat
Beras


Membawa beras untuk sohibul musibah atas kematian saudara atau kerabatnya, tradisi ini berlaku di daerah pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan masih jarang orang-orang membawa beras, apalagi keluarga yang meninggal itu keluarga terpandang.

Tradisi membawa beras, makanan lain atau membawa uang untuk di sedekahkan kepada ahli musibah, ini merupakan tradisi yang ada landasan hukum dalam hadist yang di riwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibn Majah

يسن صنع الطعام لأهل الميت، والدليل على ذلك حديث عبدالله بن جعفر - رضي الله عنهما - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -:« اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ»

Imam as-Syaukani berkomentar terkait hadist di atas ini, beliau mengatakan, “Di dalam hadits ini ada anjuran  memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk ahli musibah seperti beras atau uang.

Sedangkan Imam at-Tirmidzi dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa Sunnah memberikan makanan pokok seperti beras, uang kepada ahli keluarga mayit, beliau menghukumi Sunnah sebab ada landasan hukum haditsnya.

Kesimpulan yang dapat di ambil dari keterangan ini yakni, semua bentuk ta’ziyah yang sudah mendara daging di negara Indonesia ini adalah suatu amalan yang tidak bertentangan dengan syariat.

                  Ini alasan biaya ibadah haji naik

Semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua. aminn










Posting Komentar untuk "#Konsultasi Syariat. Tradisi Melayat Ala Nusantara"

close
Banner iklan disini