Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kritik Pedas Untuk "Doa Neno Warisman"

Baru-baru ini jagad media sosial kembali dihebohkan dengan sebuah video yang memperlihatkan Neno Warisman, mantan artis Nasional yang sekarang aktif menjalani aktifitas politik pendukung salah satu CAPRES.

Pasalnya, dalam video tersebut, Neno Warisman membacakan sebuah puisi yang menuai kontroversi, sebab terkesan memaksanakan kehendak dan men-dekte Allah swt.

Kritik Pedas Untuk "Doa Neno Warisman"

Selain muncul ragam komentar yang pro, namun banya juga yang memberikan kritik, termasuk tulisan "Ahmad Tsauri" yang sempat dibagikan oleh beberapa warganet. berikut ini tanggapan Ahmad Tsauri berkenaan dengan Doa Neno Warisman.

Kritik Untuk Puisi Neno Warisman

Beredar doa Neno, timses 02. Doa yang dibacakan pada acara "Munajat 212" itu berbunyi, "Ya Allah menangkanlah kami (Prabowo), jika kami kalah, kami khawatir tidak ada lagi yang menyembahmu". Pembacaan doa ini cacat logika.

Doa ini sebenarnya Doa Nabi pada saat perang Badar, ketika kedua pasukan sudah berhadap-hadapan, Nabi menyiapkan pasukan yang jumlahnya hanya 319, sedangkan beliau saw melihat, pasukan musyrikin Mekah ribuan orang. Doa Nabi ini diriwayatkan dalam Saheh Bukhari dan Muslim.

Saya tidak yakin Neno membacanya dari kedua sumber primer umat Islam itu langsung, sangat mungkin dia pernah mendengar ustadz mengisahkan cerita  tentang doa ini.

Dalam syarah Muslim disebutkan setelah mengecek barisan pasukan yang hanya sedikit, senjata seadanya, sedikit sekali dari 319 ini yang memegang senjata, pedang, kebanyakan menggunakan kayu dan alat-alat seadanya. Sementara lawan, disebrang, berjajar rapi dengan persenjataan lengkap dengan jumlah pasukan berkali-kali lipat.

(روى مسلم في صحيحه من حديث عمر بن الخطاب قال: لما كان يوم بدر نظر رسول الله - صلى الله عليه وسلم - إلى المشركين، وهم ألف، وأصحابه ثلاثمائة وتسعة عشر رجلاً،)

Kemudian Nabi menghadap qiblat dan bermunajat,

 فاستقبل نبي الله - صلى الله عليه وسلم - القبلة، ثم مد يديه فجعل يهتف بربه: "اللهم أنجز لي ما وعدتني، اللهم آت ما وعدتني، اللهم إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض"

 "Ya Allah tunaikan apa yang telah Engkah janjikan kepada kami, ya Allah datangkan apa yang Engkau janjikan kepada kami, jika pasukan muslim yang sedikit ini kalah, Engkau tak akan lagi disembah dimuka bumi". (Dalam redaksi Bukhari لم تعبد بعد اليوم أبداً, Engkau tak akan disembah setelah hari ini selamanya).

فما زال يهتف بربه ماداً يديه، مستقبل القبلة، حتى سقط رداؤه عن منكبيه، فأتاه أبو بكر، فأخذ رداءه فألقاه على منكبيه، ثم التزمه من ورائه، وقال يا نبي الله! كفاك مناشدتك ربك، فإنه سينجز لك ما وعدك الحديث.

"Rasulullah saw terus bermunajat kepada Allah (sementara kedua pasukan sudah berhadapan), beliau saw menengadahkan tangan dalam keadaan menghadap qiblat, sampai rida, kain yang menjuntai dipundak beliau saw jatuh. Kemudian Sayidina Abu Bakar mengambil rida dan menempatkan rida di pundak beliau saw, lalu Sayidina Abu Bakar berdiam dibelakang Nabi saw. Lalu Abu Bakar berkata kepada Nabi, duhai Nabi Allah, cukup permohonan panjenengan kepada Allah, pasti Allah menunaikan apa yang dijangjikanNya kepadaMu".

Demikian penggalan kisah tentang doa Nabi pada saat Badar. Sulit sekali mengandaikan terulang sebuah peristiwa seperti yang dialami Nabi saw saat itu, kemudian ada orang yang ditoleransi -karena kesamaan situasi- untuk membaca doa tersebut dengan komposisi yang sama. Jadi sangat tidak relevan mencatut doa ini kedalam peristiwa politik, seperti pilpres saat ini.

Pertama, pembacaan ini mengandaikan kontestasi politik kedua belah pihak, diibaratkan muslim Madinah yang tertindas, yaitu kubu Prabowo, dan Kufar Mekah yang dzalim penuh aniaya, yaitu kubu Jokowi. Kita, bangsa Indonesia muslim maupun non muslim tidak dalam kondisi semacam itu, kita baik-baik saja. Justru mereka menghasut supaya persatuan ini terkoyak.

Pengadaian ini memang terus disuarakan Neno dan kawan-kawan sejak ramai tagar ganti presiden. Ini pengandaian yang sangat keliru. Karena Presiden Jokowi, KH. Maruf amin muslim taat, dan didukung jutaan umat muslim dan ribuan kiyai Habaib dan santri. Jika dikubu Jokowi ada non muslim, dikubu Prabowo juga sama. Bahkan adiknya, Hasyim, dan keponakan-keponakan Prabowo juga bukan muslim.

Kedua, Neno mencatut doa Nabi dalam perang Badar kedalam kontestasi politik adalah perbuatan keji. Jika dirunut, Neno sedang memframing dan mempengaruhi alam bawah sadar pendengarnya, bahwa rezim Jokowi anti Islam, memusuhi Islam, Presiden dan pendukungnya tidak beragama. Ini kekeliruan yang besar.

Jika mengadu kualitas muslim kedua belah pihak, maka muslim dikubu Jokowi lebih baik. Walaupun ukuran ketakwaan hak Preogratif Allah, tapi kuantitas duniawi bisa dilihat melalui parameter yang ada. Misalnya Pak Qurash ahli tafsir yang diakui dunia, level internasional, satu leting dengan Grans Syekh Azhar, beliau mendukung Jokowi. Tokoh-tokoh NU dan NW pengasuh ribuan pesantren mendukung Jokowi.

Ketiga, doa Neno secara simplistis menuding Presiden Jokowi melarang pengamalan Islam di Indonesia, seperti Kufar Mekah yang ingin mengeyahkan praktek keagamaan umat islam Madinah, dan ingin membantai orang-orangnya. Ini fitnah luar biasa. Padahal kualitas pengamalan agama dipemerintahan Presiden Jokowi makin baik. Kementerian agama menjadi kementerian dengan kinerja terbaik kedua, kualitas pelaksanaan ibadah haji dan pasilitasnya semakin meningkat, dll. Siapa yang anti dan memusuhi Islam dan muslim?

Keempat, jika tidak mempunyai dasar Aqidah Asy'ariyah yang baik, berbahaya sekali membaca doa ini. Bisakah pemahaman tauhid Anda menjawab, "Bagaimana kalau Allah tidak ada yang menyembah, apa mengurangi kesempurnaannya?", jika jawabannya tidak, kenapa Nabi berdoa demikian. Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang hanya bisa dijawab dengan bantuan tauhid Asy'ariyah.

Saya berharap, POLRI tidak memberi ijin acara-acara yang diadakan gerombolan itu. Karena sudah dapat dipastikan mereka akan melakukan provokasi. Pengajian macam itu yang dibubarkan Banser. Bukan sembarang pengajian, yang dibubarkan adalah pengajian yang dijadikan ajang provokasi dan hasutan.

Sebaiknya tidak perlu membawa jargon-jargon agama kedalam kontestasi politik. Saya tidak dapat membayangkan betapa berbahayanya, peristiwa politik yang rutin 5 tahunan, seperti pilpres, pilgub, pilbup jika terus dipanaskan dengan hasutan agama, karena akan membuat persatuan bangsa kita rapuh bahkan runtuh. Karena terus menerus dihajar dengan kebencian dan sentimen agama.

Mari sudahi.

Ahmad Tsauri
Pekalongan, 22 Februari 2019.

Sumber : Facebook

Posting Komentar untuk "Kritik Pedas Untuk "Doa Neno Warisman""

close
Banner iklan disini