Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Dibalik Kitab Maulid Barzanji

Setiap kali masuk bulan Robi'ul Awal, masyarakat Islam khususnya di indonesia, dan seluruh dunia pada umumnya akan mempersiapkan ragam kegiatan demi menyambut peringatan lahirnya baginda Nabi Muhammad saw.

Sejarah Dibalik Kitab Maulid Barzanji

Di Indonesia, dan belahan dunia lainnya, masyarakat muslim berbondong-bondondong melaksanakan peringatan maulid nabi dengan kegiatan pembacaan shalawat, atau kegiatan kebaikan lainnya.

Salah satu shalawat yang paling sering dibaca saat peringatan kelahiran Rasulullah saw. tersebut adalah Kitab Maulid al-Barzanji.

Tapi tidak semua orang mengetahui bagaimana kisah atau sejarah disusunnya kitab maulid tersebut. berikut ini akan kami ulas untuk anda.

Sejarah Penulisan Kitab Maulid Barzanji

Kitab al-barzanji ditulis oleh seorang ulama bernama Zainal Abidin bin Ja'far bin Hasan al-Barzanji yang berasal dari Barzanj, Irak. Dari segi nasab beliau masih keturunan Saadah, atau keturunan Rasulullah saw.

Berikut ini adalah nasab penyusun al-barzanji, Zainal Abidin bin Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain menjabat sebagai al-Qodhi, serta mufti, beliau juga menjadi khatib tetap di Masjid Nabawi di Madinah.

Selain dikenal pula sebagai seorang pengajar di \di dalam masjid Nabawi, beliau juga terkenal dari segi akhlak dan taqwanya, bahkan saat itu beliau juga masyhur kekeramatan dan doanya yang mudah dikabulkan.

berbicara tentang sejarah Al-Barzanji tentu tidak bisa dipisahkan dengan momentum peringatan maulid Nabi Muhammad saw untuk yang pertama kali.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw pada saat itu diperingati untuk membangkitkan semangat juang umat Islam.

Sebab saat itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Inggris. dan Jerman, sebuah peperangan yang kita kenal sebagai Perang Salib atau The Crusade.

Sekitar tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan pada saat itu sempat menjadikan Masjidil Aqsa menjadi gereja.

Semangat perjuangan Umat Islam kala itu mulai berkurang dan hilang, serta rasa persaudaraan dan ukhuwah juga semakin luntur.

Jika ditinjau secara politis memang, umat Islam kala itu terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan.

Meski masih ada satu khalifah tetap yang bertahan dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hal tersebut hanya sebatas lambang persatuan spiritual.

Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi yang berasal dari suku Kurdi (dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin) memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub, dikenal sebagai seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata.

Pusat pemerintahannya kala itu berada di Mesir (al-Qohirah), dan daerah kekuasannya membentang Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.

Menurutnya, semangat perjuangan umat Islam yang mulai lemah, harus dihidupkan kembali dengan cara meningkatkan dan mempertebal kecintaan kepada Nabi Muhammad saw.

Dengan alasan tersebut, kemudian Salahuddin mengimbau dan memerintahkan umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang berlalu setiap tahunnya, agar diperingati secara masal.

Meskipun instruksi tersebut datang dari Sultan Shalahuddin, namun sebenarnya gagasan ini berasal daru usulan iparnya, yakni Muzaffaruddin Gekburi yang saat itu menjasi menjadi Atabeg (setingkat Bupati) di Irbil, Suriah Utara.

Peringatan tersebut, juga bertujuan untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal yang dilakukan oleh umat Nasrani.

Muzaffaruddin sendiri kala itu sudah sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi di istananya, hanya perayaannya masih bersifat lokal dan itupun tidak dilakukan setiap tahun.

Sementara Sultan Salahuddin justru menginginkan agar peringatan maulid nabi ini tidak hanya bersifat lokal, namun nantinya akan menjadi sebuah tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan utama untuk meningkatkan semangat juang Umat Muslim.

Saat Salahuddin meminta persetujuan dari An-Nashir, Khalifah di Baghdad. ternyata Khalifah pun setuju dengan usulan tersebut.

Akhirnya, pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H / 1183 M, Sultan Salahuddin sebagai penguasa dua tanah suci, Mekah dan Madinah, mengeluarkan maklumat kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat Islam di manapun berada, bahwa mulai tahun 580 / 1184 M tanggal 12 Rabiul Awal diminta melaksanakan peringatan Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk membangkitkan semangat umat Islam.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji dengan kitabnya yang berjudul ‘Iqd al-Jawahir yang berarti “kalung permata” (Nama Asli dari Kitab al-Barzanji)
[lihat : https://www.sarkub.com/sejarah-al-barzanji/]

Setelah semakin maraknya peringatan Maulid Nabi tersebut, ternyata memberikan dampak positif, semangat umat Islam dalam menghadapi Perang Salib bergelora kembali dan membuahkan hasil.

Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

Demikianlah ringkasan dari Sejarah Kitab Maulid Barzanji, semoga kita senantiasa dianugrahi rasa cinta kepada Rasulullah saw. Amin.

Posting Komentar untuk "Sejarah Dibalik Kitab Maulid Barzanji"

close
Banner iklan disini