Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Naskah Khutbah Jum'at : Cinta Tanah Air, Sunnah Nabi yang Tak Boleh Diabaikan

Galeri Kitab Kuning | Dalam Materi Khutbah ini dijelaskan bahwa cint tanah air bukan saja punya dalil tetapi diteladankan langsung oleh Rasulollah. Cinta tanah air adalah pondasi bagi bangunan peradaban sebuah negeri yang tak boleh dilupakan begitu saja.

Naskah Khutbah Jum'at : Cinta Tanah Air, Sunnah Nabi yang Tak Boleh Diabaikan

Baca Juga : Teks Khutbah Jum'at Singkat dan Padat Tema Islam Agama Ramah Budaya

Baca Juga : Kumpulan Contoh Khutbah Jumat Terbaru

Baik langsung saja kita simak khutbah Naskah Khutbah Jum'at : Cinta Tanah Air, Sunnah Nabi yang Tak Boleh Diabaikan

Khutbah I

   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ   اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا   

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah, 

Dari mimbar khutbah ini, al-faqir mengingatkan diri sendiri dan mengajak jamaah sekalian untuk terus meningkatkan takwa kita kepada Allah swt, dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian, semoga kita mendapatkan derajat yang mulia di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya:

    إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ   

Artinya, “Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa” (QS al-Hujarat: 13).   

Hadirin yang dirahmati Allah, Sudah merupakan kebutuhan alamiah manusia memiliki tempat tinggal. Jangankan manusia, binatang pun demikian. Tempat tinggal adalah sarana pokok untuk bermukim secara menetap, mencari kenyamanan dan keamanan, serta menjadi media perlindungan diri sekaligus tempat istirahat. Dari rumah, otonomi keluarga diciptakan, privasi rumah tangga dilindungi.    

Dalam sekala yang lebih besar, “rumah” itu bisa berupa kampung, kota, bahkan negara. Sebab di sana otonomi dan kedaulatan itu diejawantah. Negara atau tanah air adalah tempat penting kita berakar, lalu tumbuh, menimba ilmu, mencari nafkah, bergantung dari segi keamanan, beribadah, bahkan mungkin kelak menjadi tempat kita dikebumikan.   Dalam bahasa Arab, negara atau tanah air dibahasakan dengan “wathan”. Kerap kita dengar jargon “hubbul wathan minal iman”, cinta tanah air adalah bagian dari iman. Semangat inilah yang melandasi semangat para ulama dan santri terdahulu dalam berjuang melawan penjajah. Dengan kecintaan ini pula mereka membangun pasukan-pasukan gerilya, madrasah, lembaga pendidikan, organisasi, basis ekonomi, dan kekuatan lain demi kemajuan bangsa.   

Dengan kata kain, hubbul wathan minal iman telah melahirkan peradaban. Dalam konteks negara Indonesia, semangat ini juga telah melahirkan Pancasila dan konstitusi yang menengahi ketegangan antara membentuk negara sekuler atau teokrasi. Para ulama dengan kelapangan hati dan kesadaran penuh akan persatuan Indonesia menerima Pancasila, karena bagi beliau-beliau perdamaian sesama anak bangsa jauh lebih penting dan maslahat ketimbang identitas formal belaka seperti embel-embel “negara Islam” atau sejenisnya.   

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah, 

Jargon tadi memang bukan hadits, dan tidak dijumpai ulama-ulama menganggapnya sebagai hadits. Namun, secara substansi maknanya sahih dan selaras dengan tradisi salafus shalih, bahkan Rasulullah sendiri.    

Dalam sebuah kesempatan Nabi pernah mengungkapkan kecintaannya pada tanah kelahiran beliau, yakni Makkah. Rasulullah memuji Makkah sebagai tempat yang paling pantas beliau tinggali.

    عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ    

Artinya, “Dari Ibnu Abbas raliyallahu ‘anh ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu,” (HR Ibnu Hibban).   

Kecintaan Nabi ternyata bukan hanya terhadap Makkah, tempat kelahiran beliau. Tetapi juga Madinah, tempat hijrah beliau dan menata peradaban di sana. Dulu Madinah bernama Yatsrib. Perubahan nama merupakan cermin dari kemajuan yang dicapai saat itu. Madinah berarti “kota berperadaban”.

    عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا    

Artinya, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat untanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka beliau menggerak-gerakannya karena kecintaannya kepada Madinah,” (HR al- Bukhari).   

Dengan demikian, tanah air tidak selalu berkaitan dengan tanah kelahiran. Tanah air juga bermakna setiap tempat kita berpijak, bergumul dengan manusia lain, lalu membangun sebuah komunitas yang beradab. Ekspresi cinta dan kerinduan pada tanah air sejatinya adalah kecintaan pada peradaban itu sendiri, bukan semata-mata rindu kepada tanah secara harfiah.   

Hadirin, 

Selain kecintaan Rasulullah pada tanah airnya, hal lebih penting lain yang bisa kita teladani adalah bagaimana kontribusi beliau untuk tanah airnya. Kita tahu semua, Nabi-lah yang melakukan revolusi moral di Makkah yang sebelumnya diliputi tindakan-tindakan bejat seperti merendahkan perempuan, mengubur bayi hidup-hidup, fanatisme suku yang parah sehingga kerap memicu perang saudara, dan seterusnya. Di Madinah, beliau membangun peradaban agung melalui Konstitusi Madinah (Mitsaq Madinah) yang menyatukan suku-suku dan beragam kelompok agama yang hidup di sana.   

Ibarat bangunan, cinta tanah air adalah fondasi, yang kesempurnaannya baru terwujud bila ada bangunan di atasnya diselesaikan secara utuh. Ia masih butuh peran dan sumbangsih bersama untuk membangun peradaban yang luhur: masyarakat yang harmonis, kehidupan yang manusiawi, dan keadilan dan kemaslahatan yang terjamin. Tanpa fondasi hubbul wathan negara bukan hanya sulit maju, tetapi juga terancam runtuh. Seperti kata Sayyidina Uma bin Khattab:

   لَوْلَا حُبُّ الوَطَنِ لَخَرَبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ   

Artinya: “Andai bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah airlah negeri-negeri itu dibangun” (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442)   

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang meneladani Rasulullah dalam mencintai tanah airnya dan berperan besar untuk negerinya. Jikapun kita belum bisa berkontribusi banyak untuk negeri ini, semoga kita diselamatkan dari perilaku-perilaku yang merusak dan merugikan bangsa sendiri.

   بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ   

Khutbah II

   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إلىَ رِضْوَانِهِ.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا  أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلَآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ  


Posting Komentar untuk "Naskah Khutbah Jum'at : Cinta Tanah Air, Sunnah Nabi yang Tak Boleh Diabaikan"

close
Banner iklan disini