Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Hukum Mencicipi Masakan Saat Berpuasa? Ini Jawabannya

GaleriKitab | Puasa tidak hanya identik dengan menahan lapar dan dahaga, sebagian besar umat Islam pastinya juga kenal dengan istilah "buka puasa" atau dalam bahasa fikih disebut dengan Ifthar.

Hukum Mencicipi Masakan Saat Berpuasa

Sebelumnya kami sudah membahas tentang bagaimana Rasulullah Berbuka Puasa, disitu tidak hanya dijelaskan kapan waktu Rasulullah saw berbuka puasa, melainkan juga menu makanan yang beliau makan.

Berbicara tentang menu berbuka puasa, di Indonesia ada tradisi Ta'jil yang mana bahasa ini diambil dari bahasa arab yang berarti "Menyegerakan". Maksudnya, menyegerakan membatalkan puasa. Selanjutnya, kata ta'jil digunakan untuk makanan atau minuman pembuka untuk berbuka puasa.


Yang menjadi masalah belakangan di masyarakat, khususnya kaum ibu-ibu yang mana merekalah biasanya yang menyediakan hidangan berbuka puasa.

Biasanya mereka saat memasak masih mencicipi masakannya. Lantas bagaimana pandangan fikih? apakah mencicipi makanan tersebut dianggap membatalkan puasa? mengingat ada rasa yang masih menempel dilidah.

Hukum Mencicipi Masakan Saat Berpuasa

Mencicipi masakan tentu menjadi keperluan saat memasak, agar bisa diketahui apakah masakannya enak atau tidak. Disisi lain, masih ada aroma yang tersisa di lidah, dan apakah hal tersebut bisa membatalkan puasa?

Jawabannya : Tidak membatalkan, dan boleh dilakukan., dengan syarat tidak ada sedikitpun benda / makanan yang masuk kedalam tubuh atau tertelan.

Hal ini sesuai dengan referensi dalam kitab Tuhfatul Muhtaf, Syarah Minhaj, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami.

وَ عَنْ ذَوْقِ الطَّعَامِ وَغَيْرِهِ بَلْ يُكْرَهُ خَوْفًا مِنْ وُصُولِهِ إلَى حَلْقِهِ ( قَوْلُهُ إلَى حَلْقِهِ ) قَضِيَّتُهُ أَنَّ وُصُولَهُ قَهْرًا عَلَيْهِ مُفْطِرٌ وَلاَ يَبْعُدُ فِيمَا إذَا احْتِيجَ لِلذَّوْقِ أَنْ لاَ يَضُرَّ سَبْقُهُ إلَى الْجَوْفِ كَمَا يُؤْخَذُ مِمَّا تَقَدَّمَ فِي الْحَاشِيَةِ عَنِ اْلأَنْوَارِ ( قَوْلُهُ بَلْ يُكْرَهُ إلَخْ ) نَعَمْ إنِ احْتَاجَ إلَى مَضْغِ نَحْوِ خُبْزٍ لِطِفْلٍ لَمْ يُكْرَهْ نِهَايَةٌ وَإِيعَابٌ قَالَ ع ش قَوْلُهُ نَعَمْ إنِ احْتَاجَ إلَخْ قَضِيَّةُ اقْتِصَارِهِ عَلَى ذَلِكَ كَرَاهَةُ ذَوْقِ الطَّعَامِ لِغَرَضِ إِصْلاَحِهِ لِمُتَعَاطِيهِ وَيَنْبَغِي عَدَمُ كَرَاهَتِهِ لِلْحَاجَةِ وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ مُفْطِرٌ غَيْرُهُ ِلأَنَّهُ قَدْ لاَ يُعْرَفُ إصْلاَحُهُ مِثْلَ الصَّائِمِ اهـ ( قَوْلُهُ فِي الْمَتْنِ وَذَوْقِ الطَّعَامِ وَالْعِلْكِ ) وَمَحَلُّهُ فِي غَيْرِ مَا يَتَفَتَّتُ أَمَّا هُوَ فَإِنْ تَيَقَّنَ وُصُولَ بَعْضِ جِرْمِهِ عَمْدًا إلَى جَوْفِهِ أَفْطَرَ وَحِينَئِذٍ يَحْرُمُ مَضْغُهُ بِخِلاَفِ مَا إذَا شَكَّ أَوْ وَصَلَ طَعْمُهُ أَوْ رِيحُهُ ِلأَنَّهُ مُجَاوِرٌ اهـ
Jadi, hukum mencicipi makanan adalah makruh, sebab juga dikhawatirkan makanan tersebut masuk ketenggorokan. Artinya, jika sampai ada sisa makanan yang masuk ketenggorokan, hal tersebut dapat membatalkan puasa.

Posting Komentar untuk "Bagaimana Hukum Mencicipi Masakan Saat Berpuasa? Ini Jawabannya"

close
Banner iklan disini